Rabu, 29 Mei 2013

KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT

Konsep dasar pemberian obat
A. PENGERTIAN OBAT
Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit.

B. JENIS DAN BENTUK OBAT
1. Obat – obatan dalam bentuk padat
a. Bubuk
b. Tablet
c. Pil
d. Drase
e. Kapsul
f. Salep dan pasta
g. Supositoria
2. Obat – obatan dalam bentuk cair
a. Sirup
b. Tetesan / drop
c. Cairan suntik

C. “ENAM BENAR” PEMBERIAN OBAT
1. Benar obat
Apabila obat pertama kali di programkan, bandingkan tiket obat atau format pencatatan unit-dosis dengan instruksi yang ditulis dokter. Ketika memberikan obat bandingkan label pada wadah obat dengan format atau tiket obat. Hal ini dilakukan tiga kali yaitu (1) sebelum memindahkan wadah obat dari laci atau almari, (2) pada saat sejumlah obat yang di programkan dipindahkan dari wadahnya, (3) sebelum mengembalikan wadah obat ke tempat penyimpanan.
2. Benar dosis
Apabila sebuah obat harus disediakan dari volume atau kekuatan obat yang lebih besar atau lebih kecil dari yang dibutuhkan atau jika seorang dokter memprogramkan suatu sistem perhitungan obat yang berbeda dari yang disediakan oleh ahli farmasi, risiko kesalahan meningkat.
3. Benar klien
Langkah paling penting dalam pemberian obat dengan aman adalah meyakinkan bahwa obat tersebut di berikan pada klien yang benar. Untuk mengidentifikasi klien dengan tepat, periksa kartu, format atau laporan pemberian obat yang dicocokan dengan identifikasi klien dan meminta klien menyebutkan namanya.
4. Benar rute pemberian
Apabila sebuah instruksi obat tidak menerangkan rute pemberian obat, perawat mengonsultasikannya kepada dokter. Demikian juga, bila rute pemberian obat bukan cara yang direkomendasikan, perawat harus segera mengingatkan dokter.
5. Benar waktu
Harus mengetahui alasan sebuah obat diprogramkan untuk waktu tertentu dalam satu hari dan apakah jadwal tersebut dapat diubah.
6. Benar pendokumentasian
Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera untuk mencatat informasi sesuai dengan obat – obatan yang telah diberikan. Hal ini meliputi nama obat, dosis, rute, waktu dan tanggal serta inisial dan tanda tangan pelaksana pemberi obat.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.


Persiapan pemberian obat
Perawat bertanggung-jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Caranya adalah perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap/jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung iawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Perawat wajib membaca buku-buku refrensi obat untuk mendapatkan kejelasan mengenai efek terapiutik yang yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi atau reaksi yang merugikan dari pengobatan.
Menggambarkan 6 B dalam pemberian obat.

Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus dapat melakukan 6 hal yangt benar; klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi yang benar.
Menggambarkan 2 hak klien yang berhubungan dengan pemberian obat.

a. Hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat.
Hak ini adalah prinsip dari pemberian persetujuan setelah mendapatkan informasi (informed consent) yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat keputusan.
b. Hak klien untuk menolak pengobatan.
Klien dapat menolak untuk menerima suatu pengobatan. Adalah tanggung jawab perawat untuk menentukan, jika memungkinkan, alasan penolakan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan. Jika tetap menolak, perawat wajib mendokumentasikan pada catatan perawatan dan melapor kepada dokter yang menginstruksikan.
Memberikan pedoman keamanan dalam pemberian obat
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian obat obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah (persiapan, pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat)
Persiapan :

·         Ø Cuci tangan sebelum menyiapkan obat
·         Ø Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat
·         Ø Periksa perintah pengobatan
·         Ø Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali
·         Ø Periksa tanggal kadaluarsa
·         Ø Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain
·         Ø Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan perawat lain atau ahli Farmasi
·         Ø Tuang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit, buka obat disisi tempat tidur pasien setelah memastikan kebenaran identifikasi pasien
·         Ø Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung terendah dari cairan harus berada pada garis dosis yang diminta
·         Ø Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung (kalium, aspirin) atau berikan bersama-sama dengan makanan
Pemberian :
v Periksa identitas pasien melalui gelang identifikasi
v Tawarkan es batu sewaktu memberikan obat yang rasanya tidak enak. Jika mungkin berikan obat yang rasanya tidak enak terlebih dahulu baru kemudian diikuti dengan obat dengan rasa yang menyenangkan
v Berikan hanya obat yang disiapkan
v Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung rute pemberian
v Tetaplah bersama klien sampai obat diminum/dipakai
v Jika memberikan obat pada sekelompok klien, berikan obat terakhir pada klien yang memerlukan bantuan ekstra.
v Berikan tidak lebih dari 2,5 – 3 ml larutan intramuscular pada satu tempat. Bayi tidak boleh menerima lebih dari 1 ml larutan intramuskuler pada satu tempat. Tidak boleh memberikan lebih dari 1 ml jika melalui rute subkutan. Jangan menutup kembali jarum suntik.
v Buang jarum dan tabung suntik pada tempat yang benar
v Buang obat kedalam tempat khusus jangan kedalam tempat sampah
v Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul. Simpan larutan stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat (bila perlu masukkan ke dalam lemari es). Tulis tanggal waktu dibuka serta inisial Anda pada label
v Simpan narkotik kedalam laci atau lemari dengan kunci ganda
v Kunci untuk lemari narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak boleh disimpan didalam laci atau lemari.
Pencatatan :

·         Ø Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa
·         Ø Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu rute, dan inisial Anda.
·         Ø Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis stat
·         Ø Lap[orkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.
<!--[if !supportLists]–>Ø Catat jumlah cairan yang diminum bersama obat pada kolom intake dan output. Sediakan cairan yang hanya diperbolehkan dalam diet.
Yang Tidak Boleh :
v Jangan sampai konsentrasi terpecah sewaktu menyiapkan obat.
v Jangan memberikan obat yang dikeluarkan oleh orang lain.
v Jangan mengeluarkan obat dari tempat obat dengan label yang sulit dibaca, atau yang labelnya sebagian terlepas atau hilang
v Jangan memindahkan obat dari satu tempat ke tempat lain
v Jangan mengeluarkan obat ke tangan Anda
v Jangan memberikan obat yang tanggalnya telah kadaluwarsa
v Jangan menduga-duga mengenai obat dan dosis obat. Tanya jika ragu-ragu
v Jangan memakaim obat yang telah mengendap, atau berubah warna, atau berawan.
v Jangan tinggalkan obat-obat yang telah dipersiapkan
v Jangan berikan suatu obat kepada klien jika ia memiliki alergi terhadap obat itu.
v Jangan memanggil nama klien sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi
v Jangan berikan jika klien mengatakan bahwa obat tersebut berlainan dengan apa yang telah ia terima sebelumnya.Periksa perintah pengobatan.
v Jangan menutup kembali jarum suntik.
Faktor-Faktor yang Mengubah Respon Terhadap Obat

Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu perawat harus tahu jumlah dan macam-macam factor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap obat antara lain :

·         § Absorpsi : suatu variable yang utama dalam rute pemberian obat. Absorpsi oral terjadi pada saat partikel-partikel obat keluar dari saluran gastrointestinal (lambung dan usus halus) menuju cairan tubuh. Setiap gangguan intestinal seperti muntah/diare akan mempengaruhi absorpsi obat.
·         § Distribusi : dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat didalam tubuh.
·         § Metabolisme / biotransformasi : semua bayi khususnya neonates dan bayi dengan BBLR mempunyai fungsi hati dan ginjal yang belum matang, demikian pula lansia juga kehilangan sebagian dari fungsi sel ginjalnya. Hal ini akan berpengaruh pada metabolism obat.
·         § Ekskresi : rute utama dari ekskresi obat adalah melalui ginjal, empedu, feses, paru-paru, saliva, dan juga keringat.
·         § Usia : Bayi dan lansia lebih sensitive terhadap obat-obatan. Lansia hipersensitif terhadap barbiturate dan epnekan SSP. Klien seperti ini mempunyai absorpsi yang buruk melalui saluran gastrointestinal akibat berkurangnya sekresi lambung. Dosis bayi dihitung berdasarkan berat badan dalam kilogram daripada berdasarkan usia biologis atau gastrointestinalnya.
·         § Berat badan : dosis obat, misalnya anti neoplastik dapat diberikan sesuai berat badan. Orang yang obesitas mungkin perlu penambahan dosis atau sebaliknya.
·         § Toksisitas : Istilah ini merujuk pada gejala merugikan, yang bias terjadi pada dosis tertentu. Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang mempunyai gangguan hati dan ginjal.
·         § Farmakokinetik : istilah ini merujuk pada factor-faktor genetic terhadap respon obat. Jika orang tua Anda memiliki respon yang merugikan terhadap suatu obat, mungkin Anda juga bisa memiliki hal yang sama.
·         § Rute pemberian : obat-obat yang diberikan intravena lebih cepat bekerja daripada yang diberikan peroral.
·         § Saat pemberian : ada atau tidaknya makanan didalam lambung dapat mempengaruhi beberapa kerja obat
·         § Faktor emosional : komentar-komentar yang sugestif mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat
·         § Toleransi : kemampuan klien untuk merespon terhadap dosis tertentu dari suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemberian.
·         § Efek penumpukan : ini terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat daripada kecepatan pemberian obat
·         § Interaksi Obat : efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lebih lemah dari efek obat tunggal.

Bentuk dan Rute Pemberian Obat
Ada berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal, topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik, parentral, dan gatrosnomi.
Keterangan beberapa rute pemberian obat :
Transdermal ; obat tersimpan didalam patch yang ditempelkan pada kulit, diserap melalui kulit dan mempunyai efek sistemik.
Topikal ; obat-obat yang diberikan melalui kulit dengan berbagai cara, seperti dengan sarung tangan, spatel lidah, aplikator, dll
Instilasi : obat cair yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep
Suppositoria ; adalah obat yang dimasukkan kedalam rectal atau vaginal
Sumber:http://wayanpuja.blinxer.com/?s=artikel

Perhitungan dosis obat.
PEMBERIAN OBAT
NAMA OBAT
• Nama KIMIA = memberi gambaran pasti komposisi obat, ex asetil salisilat dikenal sbg aspirin
• Nama GENERIK = diberikan oleh pabrik pertama kali diproduksi sblm mdpt izin dari FDA. Ex Aspirin
• Nama dagang, merk, pabrik = nama yg digunakan pabrik utk memasarkan obat. Ex aspirin dikenal dg nama dagang Bufferin.

KLASIFIKASI
• Analgetik
• Anti piretik
• Anti inflamasi
• Anti biotik
Adakalanya sebuah obat dpt memiliki klasifikasi lebih dari satu, ex aspirin (analgetik, antipiretik, anti inflamasi)
Setiap gol obat memiliki implikasi keperawatan utk pemberian & pemantauan yg tepat. Ex gol diuretik, memberikan implikasi keperawatan :
1. Memantau input & output cairan
2. Menimbang BB tiap hari
3. Mengkaji adanya edema
4. Memantau kadar elektrolit serum
BENTUK OBAT
• KAPLET = dosis padat, bentuk spt kapsul & bersalut, shg mudah ditelan
• KAPSUL = dosis padat, bentuk bubuk, cairan atau minyak, dibungkus selongsong gelatin
• ELIKSIR = cairan jernih berisi air/alkohol, ditambah pemanis
• EKSTRAK = bentuk pekat
• GLISERIT = dikombinasi dg gliserin + 50%, utk penggunaan luar
• LINIMENT = obat gosok, dioles di kulit
• SALEP = semisolid (Agak padat)
• PASTA = semisolid, lebih kental, kaku, diabsorbsi kulit lebih lambat drpd salep
• LARUTAN = cairan (per oral, parenteral)
• SUPOSITORIA = dosis padat dicampur gelatin, bentuk peluru, meleleh saat mencapai suhu tubuh
• SUSPENSI = partikel obat yg dibelah smp halus & larut dlm media cair
• SYRUP = obat larut dlm gula pekat, mengandung perasa membuat terasa lebih enak
• TABLET = dosis bubuk dikompresi dlm cakram atau silinder yg keras
SIFAT KERJA OBAT
FARMAKOKINETIK = ilmu ttg cara obat masuk ke dalam tubuh, mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh.
RUTE 
PEMBERIAN OBAT
• RUTE ORAL
• RUTE PARENTERAL
• PEMBERIAN TOPIKAL
• INHALASI
• INTRAOKULER
RUTE ORAL
• Pemberian per oral = paling mudah & paling umum digunakan. Diberikan via mulut & ditelan.
• Pemberian sub lingual = dibawah lidah, langsung larut (nitrogliserin)
• Pemberian BUKAL = menempatkan obat padat di memban mukosa pipi sampai obat larut, tdk dikunyah / ditelan
RUTE PARENTERAL
• SC = sub kutan = injeksi ke dlm jaringan tepat di bawah lapisan dermis kulit
• ID = intra dermal = injeksi ke dlm dermis tepat di bawah eidermis
• IM = intra muskular = injeksi ke dlm otot tubuh
• IV = intra vena = suntikan ke dalam vena
Pemberian obat parenetral lainnya …
• EPIDURAL
• INTRATEKAL
• INTRASEOSA
• INTRAPERITONEAL
• INTRAPLEURA
• INTRAARTERI
EPIDURAL
• Obat diberikan dlm ruang epidural via kateter yg telah dipasang, ex jalan analgesik post op.
• Perawat yg telah mendpt pelatihan khusus dpt memberikan obat dlm bentuk bolus
INTRATEKAL
• Diberikan melalui sebuah kateter yg telah dipasang dlm ruang subaraknoid atau ke dlm salah satu ventrikel otak
• Biasanya dlm waktu jangka panjang melalui pembedahan
INTRASEOSA
• Memasukan obat langsung ke sumsum tulang
• Paling sering pd bayi, anak – anak dimana akses pembuluh darahnya buruk
• Digunakan pd kondisi darurat
• Dokter menginsersi jarum intraseosa ke dlm tulang, biasanya ke tibia, shg perawat dpt memberikan obat
INTRAPERITONEAL
• Obat diberikan dlm rongga peritonium
• Ex kemoterapi, antibiotik
INTRAPLEURA
• Obat diberikan melalui dinding dada, ke ruang pleura
• Ex kemoterapi, pleuradesis (memasukan obat utk mengatasi efusif pleura)
INTRA ARTERI
• OBAT dimasukkan ke dlm arteri
• Ex infus arteri pada arteri yg mengalami pembekuan
PEMBERIAN OBAT
• BENAR OBAT
• BENAR DOSIS
• BENAR KLIEN
• BENAR RUTE
• BENAR WAKTU
PEDOMAN PEMBERIAN & KONTROL NARKOTIK YG AMAN
1. Simpan semua narkotik di dlm lemari atau kotak yg aman & terkunci
2. Perawat bertanggungjwb membawa perangkat kunci
3. Pada pergantian jdwl dinas, cek jumlah obat bersama perawat yg akan jaga
4. Bila perhitungan jumlah narkotik tdk sesuai, LAPORKAN !
5. Gunakan catatan inventarisasi khusus tiap kali narkotik dikeluarkan
6. Catatan digunakan utk mendokumentasikan nama klien, tgl, waktu pemberian, nama & dosis obat serta ttd perawat yg mengeluarkan obat
7. Format menjelaskan perhitungan akurat narkotik yg digunakan & sisanya
8. Jika zat terkontrol yg diberikan hya satu bagian dr dosis yg ditetapkan, perawat kedua hrs menyaksikan pembuangan bagian narkotik yg tdk digunakan & mencatatnya dlm format pencatatan.
• EFEK TERAPETIK = respon fisiologis obat yg diharapkan atau yg diperkirakan timbul.
• EFEK SAMPING = sebuah obat diperkirakan akan menimbulkan efek sekunder yg tdk diinginkan
• EFEK TOKSIK = tjd jika klien meminum obat dosis tinggi dlm jangka waktu lama ex. Morfin (analgesik narkotik) meredakan nyeri dg menekan susunan syaraf pusat. Bgm pun kadar toksik morfin menyebabkan depresi pernafasan yg berat & kematian.
REAKSI ALERGI
= Respon lain yg tdk dpt diperkirakan thd obat. Dari seluruh reaksi obat, 5% – 10% merupakan reaksi alergi.
Timbul bila obat diberikan scr berulang, dpt bersifat ringan s/d berat
REAKSI ALERGI RINGAN
• Urtikaria = Erupsi kulit yg bentuknya tdk beraturan, meninggi, ukuran & bentuk bervariasi, erupsi memiliki batas berwarna merah & bagian tengahnya berwarna pucat
• RUAM = vesikel kecil & meninggi yg biasanya berwarna merah, seringkali tersebar di seluruh tubuh
• PRURITIS = gatal – gatal pd kulit, kebykn timbul bersama ruam
• RINITIS = inflamasi lapisan membran mukosa hidung, menimbulkan bengkak & pengeluaran rabas encer & berair
REAKSI BERAT/ REAKSI ANAFILAKSIS
• Konstriksi otot bronkhiolus
• Edema faring & laring
• Mengi berat & sesak nafas
• Hipotensi berat
Diagnosa keperawatan NANDA utk Terapi Obat
1. Kurang pengetahuan tg terapi obat b/d =
• Kurang informasi & pengalaman
• Keterbatasan kognitif
• Tidak mengenal sumber informasi
2. Ketidakpatuhan thd terapi obat b/d =
• Sumber ekonomi yg terbatas
• Keyakinan ttg kesehatan
• Pengaruh budaya
3. Hambatan mobilitas fisik b/d =
• Penurunan kekuatan
• Nyeri & ketidaknyamanan
4. Perubahan sensori / persepsi b/d =
• Pandangan kabur
5. Gangguan menelan b/d =
• Kerusakan neuromuskuler
• Irigasi rongga mulut
• Kesadaran yg terbatas
6. Penatalaksanaan program terapetik tdk efektif b/d =
• Terapi obat yg kompleks
• Pengetahuan yg kurang
SISTEM PERHITUNGAN OBAT
• SISTEM METRIK
• SISTEM APOTHECARY
• UKURAN RUMAH TANGGA
• LARUTAN
SISTEM METRIK
• Paling teratur, mudah dikonversi & dihitung (perkalian, pembagian sderhana)
• 10,0 mg x 10 = 100 mg
• 10,0 mg / 10 = 1,00 mg
• Pecahan selalu dlm bentuk desimal (500 mg = 0,5 g)
SISTEM APOTHECARY
• Dikenal di As, Kanada
• Standar pengukuran biasanya di rumah (susu dlm botol = pint = 0,568 lt ; quarts = 0,9463 lt)
• Satuan berat (Inggris) = grain (turunan : dram, ons, pound)
• Satuan volume = minim (setara 1 grain)
• Sistem ini tidak akurat
UKURAN RUMAH TANGGA
• Tetesan, sendok teh, sendok makan
• Keuntungan = aspek kenyamanan, mudah dikenali
Tabel EKUIVALENSI UKURAN
METRIK APOTHECARY RUMAH TANGGA
1 ml
4-5 ml
16 ml
30 ml
240 ml
480 ml (Kira2 500ml)
960 ml (Kira2 1 Ltr)
3840 ml (Kira2 5 Ltr) 15 – 16 minim (m)
fluidram
4 fluidrams
1 fluid ounce
8 fluid ounce
1 pint (pt)
1 quart (qt)
1 galon (gal) 15 tetes (tts)
1 sendok the (sdt)
1 sendok makan (sdm)
2 sendok makan (sdm)
1 cangkir ©
1 pint (pt)
1 quart (qt)
1 galon (gal)
LARUTAN
• = Suatu massa zat padat yang larut dalam suatu volume cairan lain yang diketahui (g/mL, g/L, mg/mL)
• Larutan 10% = 10 g zat padat yang dilarutkan dalam 100 mL larutan.
• Larutan 1 : 1000 = larutan yang mengandung 1 g zat padat dlm 1000 mL cairan / 1 ml cairan dalam 1000 mL cairan lain.
SOAL
Betadine 10% diencerkan menjadi 0,5%.
Berapa perbandingan betadine : aquadest yang dibutuhkan ?
Jawab …
PENGARUH KERJA OBAT PADA LANSIA
• SALURAN CERNA
– Elastisitas hilang pd mukosa mulut, shg mjd kering & pecah – pecah
– Intervensi =
a. sering kumur dg air hangat
b. dental fross
c. sikat gigi & gusi dg lembut
ESOFAGUS
• Bersihan esofagus lambat krn kontraksi melemah & sfingter esogafus bawah tdk bisa relaksasi
• Intervensi =
– Posisi klien tegak
– Berikan cairan segelas bersama obat
– Gerus tablet, campur dg air
GASTER
• Penurunan keasaman lambung & peristaltik
• Intervensi = minta klien minum 1 gelas penuh air & meminum obat dg kudapan tdk berlemak utk mengurangi ggn lambung
USUS BESAR
• Tonus otot kolon menurun, refleks defekasi menghilang, aliran darah di usus menurun
• Intervensi =
– Beri asupan cairan dlm jml normal
– Anjurkan klien makan pembentuk feses
INTEGUMEN & VASKULARISASI
• Penurunan ketebalan lipatan kulit
• Elastisitas kulit & vaskularisasi menurun
• Intervensi =
– hindari penggunaan vena di tangan sbg t4 suntikan IV
- tekan t4 injeksi stlh penyuntikan
- observasi perdarahan di t4 injeksi
HEPAR
• Penurunan ukuran hati
• Menurunnya aliran darah hati
• Intervensi =
– Pantau tanda kerusakan hati (ikterus, pruritis, urine gelap)
– Tanyakan dosis utk klien yg menderita penyakit hati
GINJAL
• Filtrasi glomerolus menurun, fungsi tubulus & aliran ginjal menurun
• Intervensi =
- cegah retensi urine, pantau kateter
- pantau tanda kerusakan ginjal (keluaran menurun, sulit berkemih)

Penggunaan unit dosis obat
DOSIS OBAT

Pengertian dosis
Dosis obat
à jumlah obat yg diberikan kepada penderita dlm satuan berat (gram, mgram, µgram) atau satuan isi (mililiter, liter) atau unit-unit lainnya (unit international) utk memperoleh efek terapeutik yg diharapkan
Dosis lazim/dosis medicinalis/dosis terapeutik
à sejumlah obat yg memberikan efek terapeutik kpd penderita dewasa
Obat-obat ttt memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal (loading dose) yg lbh tinggi drpd dosis pemeliharaan (maintenance dose)
Tujuan diberikan dosis permulaan lebih tinggi drpd dosis pemeliharaan
à kadar obat yg dikehendaki dlm darah dpt dicapai lbh awal sehingga menghasilkan efek terapeutik yg diinginkan.
Dosis pemeliharaan lbh kecil dr dosis awal/permulaan à utk menjaga agar kadar obat dlm darah mencukupi
Dosis profilaktik à dpt diberikan utk mencegah suatu penyakit
Dosis terapeutik à biasanya lbh tinggi drpd dosis profilaktik à diberikan utk menangani penyakit yg sedang berlangsung
Regimen dosis à jadwal pemberian dosis suatu obat


Faktor-faktor yg mempengaruhi dosis obat

1. Faktor obat
- sifat fisika: daya larut obat dlm air/lemak
- sifat kimiawi: asam, basa, garam
- toksisitas



2. Cara pemberian obat kepada penderita

oral,,- parenteral,,- rektal, vaginal, uretral ,,- lain-lain

3. Faktor penderita

umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individual, keadaan patofisiologi

Dosis maksimum obat
Obat beracun umumnya mempunyai dosis maksimum à batas dosis yg relatif msh aman diberikan kpd penderita.
Bila dokter dgn sadar melebihi dosis maks suatu obat à dibelakang angka/jmlh obat yg dituliskan di resep diberi tanda seru (!) dgn disertai paraf.
Bila diberikan kpd anak à diperhitungkan dgn menggunakan rumus young (salah satunya)
n/(n+12) x DM dewasa

Pengaturan dosis berdasarkan usia (anak)
Perhitungan dosis berdasarkan usia krg akurat à metode ini tdk mempertimbangkan sgt beragamnya bobot & ukuran anak2 dlm satu klmpk usia
Tapi bila informasi yg tersedia hanya usia (anak)à maka rumus/persamaan dpt bermanfaat.
Hukum Young (Dosis utk anak):

□((usia ((thn))/(usia+12)) x dosis dewasa
Hukum Cowling (Dosis utk anak):

(Usia pd ultah berikutnya (thn) x Dosis dws)/24


Hukum Fried (Dosis utk bayi):

(Usia (bln) x Dosis dewasa )/150

Contoh soal
Dosis lazim paroksetin (paxil) utk dewasa adalah 20 mg/hari utk penangangan gangguan obesif konfulsif. Berapa dosis obat ini utk anak berusia 11 tahun? (Gunakan hukum Young)
Dosis lazim rofekoksib (Vioxx) untuk dewasa adalah 25 mg/hari. Berapa dosis untuk anak berusia 6 tahun? (Gunakan hukum Cowling)
Dosis lazim feksofenadin (Allegra) untuk dewasa adalah 60 mg dua kali sehari, untuk dosis total 120 mg/hari. Berapa dosis untuk bayi berusia 5 bulan?

Pengaturan dosis berdasarkan bobot
Dosis lazim à umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot 70 kg (154 pon)
Rasio antara jumlah obat yg diberikan & ukuran tubuh mempengaruhi konsentrasi obat di tempat kerjanya

Dosis obat mungkin perlu disesuaikan dr dosis
lazim dewasa utk pasien kurus atau
gemuk yg tidak normal.
Jika obat pasien pediatrik diketahui à perhitungan dosis berdasarkan bobot akan lebih sesuai à karena metode ini mempertimbangkan ukuran anak (bobot) selain usia
Aturan umum untuk menghitung dosis pediatrik berdasarkan dosis dewasa
à Hukum Clark
(Bobot (pon) x Dosis dewasa = Dos utk anak)/150


Contoh soal
Dosis lazim selekoksib (Celebrex) untuk dewasa adalah 100 mg dua kali sehari, untuk dosis total 200 mg/hari. Berapa banyak selekoksib per dosis yang harus diterima oleh seorang anak berbobot 52 pon?
Dosis hidroklorotiazid untuk dewasa adalah 50 mg per hari. Berapa dosis untuk anak berbobot 40 kg?
Dosis lazim suatu obat adalah 10 mg/kg. Berapa miligram yang harus diberikan pada seorang pasien berbobot 125 pon? Berapa banyak tablet 500 mg yang harus diberikan?
Dosis lazim lorakarbef (Lorabid) pada anak-anak sampai usia 6 tahun adalah 15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi yang diberikan setiap 12 jam. Berapa regimen dosis untuk anak berusia 4 tahun dengan bobot 36 pon?
Pengaturan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA)
Metode ini banyak digunakan pd 2 jenis kelompok pasien, yaitu;
1. Pasien kanker yang menerima kemoterapi
2. Pasien pedatrik pada semua usia kanak-kanak, kecuali bayi prematur dan bayi normal yg fungsi hati & ginjalnya belum sempurna
Metode ini paling akurat à karena mempertimbangkan tinggi dan bobot pasien

BSA pasien dpt dihitung dgn menggunakan rumus Du Bois dan Du Bois sbb:

S = W 0,425 x H 0,725 x 71,84
Ket:
S = luas permukaan tubuh dlm cm2
W = bobot dlm kg
H = tinggi dlm cm
à rumus tsb agak sulit digunakan à hrs dikonversi menjadi meter persegi

menggunakan nomogram yg didasarkan pada
rumus Du Bois dan Du Bois à lbh mudah &
efisien


Untuk nomogram menggunakan persamaan berikut:

BSA m2 = √((tinggi(cm)xbobot(kg))/3600)

à menyederhanakan pers Du Bois dan Du Bois à biasanya digunakan dalam praktik perhitungan BSA
Pengaturan dosis dpt diperkirakan dgn menggunakan persamaan sbb:

(BSA(m2))/(1,73 m2) x dos lazim dws = dosis perkiraan
Nomogram utk penentuan luas permukaan tubuh (BSA) dr tinggi dan bobot badan

(untuk dewasa & anak-anak)





Contoh soal
Nancy adalah seorang pasien wanita berusia 7 tahun yang tingginya 40 inchi dan bobotnya 37 pon. Dokter anak menulis resep omeprazol untuk Nancy dan meminta apoteker untuk menghitung dosis yang sesuai. Karena dosis dewasa untuk omeprazol adalah 20 mg sehari, berapa seharusnya dosis untuk Nancy? (Gunakan persamaan BSA)
Jawaban
Tinggi = 40 inchi x2,54cm/(1inchi ) = 101,6 cm

Bobot = 37 pon x (1 kg)/(2,2 pon) = 16,82 kg

BSA = √((101,6 cm x 16,82 kg)/3600) = √0,47 = 0,69 m2
Dosis perkiraan
(0,69 m2)/(1,73 m2) x 20 mg = 7,96 mg/hari


Penggunaan tablet dan kapsul dlm peracikan
Tablet dan kapsul à biasanya digunakan sbg sumber bhn medisinal dlm peracikan extemporaneous
Bentuk sediaan tsb à mudah digunakan, sdh dibakukan scr kuantitatif, dan sering tersedia dlm berbagai dosis à sehingga mudah disesuaikan dlm peracikan
Dapat digunakan dlm peracikan bentuk sed padat lainnya (co: serbuk) atau sed semisolid atau cair
Dalam prosedur peracikan à umumnya paling baik menggunakan unit dosis yang merupakan bentuk farmasetik paling sederhana
Contoh soal
Berapa tablet alopurinol 100 mg yang harus digunakan untuk menyiapkan resep berikut ini?
R/ Alopurinol 65 mg/5 ml
Kologel 40 ml
Sirup ad 150 ml
m.f. susp.
S.3.d.d. C I
Berapa banyak tablet enalapril 20 mg, yang masing-masing bobotnya120 mg dan berapa gram laktosa yang harus digunakan untuk menyiapkan resep berikut ini?
R/ Enalapril 7,5 mg
Laktosa ad 200 mg
d.t.d caps 40
S.1.d.d caps I
Berapa kapsul indometasin 75 mg yang harus digunakan untuk menyiapkan resep berikut ini?
R/ Serbuk indometasin 1%
Serbuk karbopol 941 2%
Air yang dimurnikan 10%
Alkohol ad 90 mL
S.u.e
Berapa banyak tablet estropipat 0,75 mg yang harus digunakan untuk menyiapkan resep berikut ini?
R/ Estropipat 0,0125%
Basis krim ad 60 g
Sig. krim vaginal


PERHITUNGAN DOSIS OBAT

DOSIS OBAT
the quantity of an active agent taken in or absorbed at any one
a measured portion of medicine taken at any one time
SATUAN BERAT & ISI
Kg, g, mg, mcg (padat)
L, ml (cair)
Konversi ???

PERSENTASE KUANTITATIF
Salep hidrokuinon 1% = 10 mg/g
1% = 1g/100g= 10 mg/g
Larutan 1% : 10 mg/ml
Salep mata 0,5 %, tetes mata 10 %, larutan betadin 0,05 %, krim 0,02 % ???

PERHITUNGAN DOSIS TABLET
Dibutuhkan digoxin 62,5 mcg, tiap tablet digoxin mengandung 0,125mg. Brp tablet yg digunakan ?
= (dosis diminta )/(dosis tersedia)= (62,5:1000)/0,125 = 0,5
Berapa tablet haloperidol 1,5 mg yg diberikan bila dibutuhkan dosis 4,5 mg ?
PERHITUNGAN INJEKSI
Instruksi dokter 75 mg pethidin. Tersedia ampul berisi 100mg/2ml. Brp volume yg disuntikkan ?
= (dosis diminta)/(dosis tersedia) x vol.dosis tersedia

= 75/100 x 2 ml = 1,5 ml
soal
Berapa vol suntikan yg diberikan bila dibutuhkan penisillin V 150 mg dantersedia flakon berlabel 125 mg/5 ml ?
Bila tersedia larutan KCl 1g dlm 4 ml, brp vol yg hrs dberikan bila diperlukan dosis 350 mg ?
Berapa banyak atropin yg harus diberikan utk mendapatkan 900 mcg bila sediaan ampul yg tersedia 0,6 mg/ml ?
Instruksi dokter injeksi etamidon : etadryl 2 : 1, berapa cc yg diinjeksikan bila tersedia flakon @ 15 ml ?









PERHITUNGAN LARUTAN
Diperlukan betadine 1 : 2000. Tersedia larutan 20 %. Berapa banyak yg dibutuhkan utk membuat 2L ?
= 20 % = 20/100 = 1/5
= (kosentrasi diminta)/(konsentrasi tersedia ) x juml diminta

= 1/2000 x 2 = 0,005 L = 5 ml
1/5
soal
Berapa banyak NaCl 1 : 2 dibutuhkan utk membuat 1,5 L larutan 10 % ?
Berapa banyak povidon iodine 5 % dibutuhkan utk membuat 1 L larutan 1 : 1000 ?

KALKULASI KECEPATAN INFUS

Bds jumlah tetes per mililiter larutan
Konversi tetes per menit ke mililiter per menit

Berapa kecepatan aliran yg diperlukan utk memasukkan 500ml dekstrosa 5 % dalam air selama 8 jam bila larutan tsb memberi 15 tts dlm 1 ml?
Berapa kecepatan yg diberikan larutan yg mengandung 1000mg lidokain dlm 500 ml larutan agar pasien mendapat 3 mg/mnt bila 1ml larutan mengandung 60 tts ?
Hitung larutan yg mengandung 3 mg/mnt lidokain
= 500 ml x 3 mg = 1,5 ml/mnt
1000 mg
Konversi jadi kecepatan aliran
= 60 tts x 1,5 ml = 90 tts/mnt
1 ml
Brp kecepatan harus dipertahankan utk memberi NaCl sebanyak 1 L selama 12 jam bila 1 ml mengandung 15 tts ?
Berapa tts/mnt dibutuhkan utk memberi aminofillin sebanyak 1 mg/mnt bila 1 ml mengandung 15 tts ? Larutan infus yg tersedia mengandung 250 mg aminofillin dlm 500 ml

IMS

Secara epidemiologis, terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan HIV. Baik IMS dengan perlukaan maupun tanpa perlukaan, terbukti meningkatkan risiko penularan HIV melalui hubungan seksual sebanyak 3-5 kali. Di negara berkembang, 3-5% wanita usia subur terdiagnosis sifilis.

Apa itu Infeksi Menular Seksual (IMS)?
IMS adalah infeksi yang salah satu penularannya melalui hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan seks lewat vagina, anus maupun mulut (oral).
IMS dikenal juga dengan sebutan penyakit kotor atau penyakit kelamin. Namun itu hanya menunjuk pada penyakit yang ada di alat kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya, karena menunjukan cara penularannya. Tanda-tandanya tidak selalu ada di alat kelamin, tetapi juga bisa di mata, otak, mulut, hati dan bagian tubuh lainnya.
Contohnya HIV dan Hepatitis B yang menular lewat hubungan seks, tetapi penyakitnya tidak terlihat di alat kelamin. Artinya orang tersebut tampak sehat meskipun orangnya membawa bibit penyakit ini.

Apa akibat yang ditimbulkan IMS?

  • Jika tidak segera diobati hingga sembuh, IMS dapat membuat kita sakit-sakitan. Infeksi yang terjadi bukan hanya pada alat kelamin, tetapi bisa menjalar ke seluruh tubuh
  • IMS juga sangat memudahkan kita tertular HIV, karena virus dapat menular melalui cairan tubuh serta melalui darah dari luka yang ditimbulkan oleh IMS
  • Pada wanita, IMS seringkali menybabkan rasa nyeri di perut bagian bawah atau infeksi saluran reproduksi dan radang panggul
  • IMS juga banyak menyebabkan kanker rahim, atau terjadinya kehamilan di luar kandungan
  • Pada wanita hamil, dapat menybabkan bayi lahir terlalu dini, memiliki cacat bawaan, lahir terlalu kecil, atau juga terinfeksi IMS
  • Pada pria, IMS seringkali menybabkan kanker penis dan menyerang prostat
  • Beberapa jenis IMS bersifat kambuhan dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa atau rasa sakit yang terus menerus
  • Baik pada pria dan wanita, IMS dapat menyebabkan kemandulan dan kematian
INGAT! IMS sering tidak dirasakan / tidak menunjukkan gejala, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan secara rutin di layanan kesehatan.

Apa gejala umum IMS?
IMS sering tidak menampakkan gejala apapun, terutama pada wanita. Namun, ada pula IMS yang menunjukkan gejala seperti :
  • Keluar cairan dari vagina, penis atau anus yang berbeda dari biasanya
  • Rasa perih atau nyeri atau panas pada saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi sering kencing
  • Ada luka terbuka /  basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut. Luka ini bisa terasa nyeri bisa juga tidak
  • Ada semacam tumbuhan seperti jengger ayam / kutil di sekitar kemaluan
  • Terjadi pembengkakan pada lipatan paha
  • Pada pria, terdapat bengkak dan nyeri pada kantung pelir / kantung zakar
  • Sakit perut di bagian bawah yang kambuhan, tetapi tidak berhubungan dengan haid / menstruasi
  • Keluar darah setelah berhubungan seks
  • Secara umum, merasa tidak enak badan atau demam
Pada dasarnya, terdapat 3 gejala utama dari IMS, yaitu :
  • IMS dengan adanya cairan yang keluar melalui alat kelamin, yang tidak biasa / tidak normal. Misalnya GO ( Gonore / Kencing Nanah) dan klamidia
  • IMS dengana danya luka pada atau di sekitar alat kelamin. Misalnya Sifilis dan Herpes
  • IMS dengan adanya sesuatu yang tumbuh pada atau di sekitar alat kelamin. Misalnya Penyakit Jengger Ayam.
Apa yang dimaksud IMS merupakan pintu masuk HIV?
  • seperti yang telah diketahui tadi, HIV dapat menular melalui cairan tubuh (cairan mani atau ciran vagina) ataupun melalui darah
  • Dengan adanya IMS, maka HIV akan dapat lebih mudah menular karena adanya cairan tubuh atau darah pada luka akibat IMS
Apa jenis IMS yang umum dijumpai?

  • Gonore (GO) dan klamidia berakibat kemandulan bagi penderitanya, jika tidak diobati dengan benar 
  • Jengger ayam (kondiloma akuminata) dan Herpes sangat menjengkelkan karena bersifat kambuhan seumur hidup
  • Hepatitis berbahaya jika sudah parah dan merusak hati
  • Sifilis. Bayi yang dilahirkan dari wanita penderita sifilis seringkali cacat atau lahir dalam keadaan sudah mati
  • HIV akan berakibat kematian karena AIDS
Apa yang harus dilakukan jika memiliki gejala IMS?
  • Jangan mengobati sendiri
  • Segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahuinya secara tepat
  • Minum obat sampai tuntas sesuai petunjuk dokter
  • Hindari minum antibiotik semabrangan karena menyebabkan kuman kebal sehingga penyakit susah diobati
  • Jangan berhubungan seks dulu hingga IMS sembuh
  • Minta seera pasangan kita juga memeriksakan diri
IMS dan HIV tidak dapat dicegah dengan:
  • Memilih pasangan seks berdasarkan penampilan luar seperti kulit bersih atau muda. Mereka yang mengidap Herpes, Jengger Ayam, hepatitis dan HIV pada kenyataannya tampak sangat sehat dan bersih kecuali saat tanda-tanda penyakit mulai muncul. Anak kecil pun dapat terkena dan mengidap IMS karena IMS tidak membedakan usia dan tidak pandang bulu
  • Meminum obat antibiotik seperti Supertetra, Penisilin dll sebelum ataupun sesudah berhubungan seks. Tidak ada satupun obat yang dapat membunuh bsemua jenis kuman IMS. Makin sering minum obat-obatan sembarang malah mempersulit penyembuhan, karena kuma IMS menjadi kebal terhadap obat
  • Meminum minuman beralkohol seperti bir dll. Minuman beralkohol sama sekali tidak dapat mencegah IMS
  • Mendapatkan suntikan secara teratur
  • Membersihkan/mencuci alat kelamin bagian dalam dan luar segera setelah berhubungan seks. Bahkan mencuci dengan cuka, air soda, air jahe, alkohol, dll malah akan merusak selaput lendir dan kulit yang menimbulkan luka atau iritasi sehingga penyebab IMS dan HIV lebih mudah masuk
Sumber : Booklet Informasi Umum HIV dan AIDS, Kemenkes 2010


TERAPI SULIH HORMON
Terapi sulih hormon (hormone replacement therapy-HRT) baik berupa estrogen saja maupun kombinasi estrogen dan progesteron, merupakan jenis obat yang paling banyak diresepkan bagi wanita pascamenopause di negara-negara industri maju. Kebanyakan wanita menggunakannya untuk mengatasi gejala menopause.
Namun demikian, publikasi tentang kemampuan sulih hormon untuk mencegah terjadinya penyakit kronik seperti osteoporosis, penyakit jantung koroner (PJK), penyakit Alzheimer dan kanker kolorektal juga memberikan kontribusi dalam peningkatan penggunaan sulih hormon di seluruh dunia dalam dekade terakhir. Efek protektif dari terapi sulih hormon ini hanya terbukti pada masa tulang dan kolorektal, sedangkan terhadap keadaan lain hingga kini masih kontroversial.

Survei terbaru mengenai pemakaian sulih hormon di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan 40-55% dan 60% wanita pascamenopause menggunakannya dengan tingkat pemakaian yang lebih tinggi pada wanita yang telah menjalani histerektomi. Penggunaan sulih hormon di negara-negara Asia khususnya Indonesia masih terbatas. Berbeda dengan negara barat, keluhan yang lebih sedikit dan penerimaan masyarakat terhadap menopause, faktor pendidikan, sosial dan ekonomi mempengaruhi jumlah pemakaian sulih hormon di wilayah ini. Didapatkan estimasi sebanyak 1,2% wanita pascamenopause mendapatkan sulih hormon pada suatu studi pemakaian sulih hormon di Jepang.

Sensus memperkirakan jumlah wanita pascamenopause di dunia sekitar 476 juta jiwa pada tahun 1990. Setidaknya pada tahun 2030 jumlah ini akan bertambah menjadi 1.200 juta jiwa. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh pertumbuhan penduduk dan meningkatnya usia harapan hidup secara perlahan dan progresif. Dengan usia harapan hidup rata-rata lebih dari 78-80 tahun dan usia menopause relatif stabil yaitu pada usia 50-51 tahun, wanita akan menghabiskan lebih dari sepertiga hidupnya dalam masa menopause. Sehingga terdapat kemungkinan untuk mengalami berbagai penyakit kronik selama hidupnya yang diperkirakan 46% untuk PJK, 20% untuk stroke, 15% untuk fraktur panggul, 10% untuk kanker payudara, dan 2.6% untuk kanker endometrium. Di Amerika Utara, sebanyak 7-8% orang berusia 75-84 tahun terkena demensia tipe Alzheimer dan wanita pascamenopause memiliki risiko 1.4-3 kali lipat untuk penyakit Alzheimer dibandingkan laki-laki, sedangkan risiko untuk terkena kanker kolorektal adalah sekitar 6% di mana lebih dari 90% kasus terjadi setelah usia 50 tahun. Mortalitas dan morbiditas yang terjadi pada kasus ini dilaporkan berhubungan dengan patofisiologi penyakit yang didasari oleh rendahnya kadar estrogen dan progesteron tubuh.

Berdasarkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah wanita pascamenopause pada dekade mendatang, kemungkinan tingkat morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kronis yang dialami pada masa itu akan meningkat pula. Sementara, selain untuk menghilangkan gejala menopause, terapi sulih hormon sudah digunakan untuk pencegahan penyakit kardiovaskular dan osteoporosis pada wanita pascamenopause. Penggunaannya didasarkan pada studi evidence-based terdahulu yang melaporkan terapi sulih hormon terbukti bermanfaat untuk mencegah osteoporosis dan mengurangi keluhan vasomotor dan urogenital. Pernyataan terakhir yang dikeluarkan oleh Women’s Health Initiative (WHI) dan The Heart and Estrogen/Progestin Replacement Trial (HERS) menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko untuk PJK, stroke dan kanker payudara pada pemakaian terapi sulih hormon dalam jangka waktu tertentu, sehingga dibutuhkan peninjauan ulang penggunaannya pada wanita pascamenopause.
Pembahasan tentang pemakaian terapi sulih hormon pada wanita menopause di tingkat regional Asia Tenggara telah dilakukan pada tahun 1997 dengan hasil konsensus penggunaannya dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pada masing-masing pasien. Dalam forum tersebut direkomendasikan untuk dilakukan penelitian tingkat regional yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan wanita menopause di kawasan Asia Tenggara.

Permasalahan
Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah wanita yang mengalami menopause setiap tahunnya yang berdampak pada peningkatan masalah kesehatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas wanita pascamenopause. Tata laksana menyeluruh untuk permasalahan ini sangat diperlukan, termasuk di dalamnya penggunaan terapi sulih hormon.
Penelitian mengenai penggunaan terapi sulih hormon umumnya dilakukan pada wanita ras kaukasia. Perbedaan demografi, ras, gaya hidup dan kultur antara wanita negara Barat dengan wanita Asia menyebabkan perlu dilakukan peninjauan kembali mengenai pemakaian terapi sulih hormon di Indonesia baik yang mencakup indikasi, jenis, dosis dan keamanannya. Pada imbang manfaat-risiko yang dilaporkan, risiko pemakaian terapi sulih hormon baik untuk pencegahan primer dan sekunder berbagai penyakit kronik terkait menopause, secara keseluruhan melebihi manfaat yang didapatkan.

MENOPAUSE
Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di seluruh dunia dilaporkan mencapai jumlah 476 juta jiwa, 40% di antaranya berada di negara industri. Diperkirakan jumlah wanita menopause pada tahun 2030 sebanyak 1.200 juta dengan distribusi di negara berkembang sebesar 76%. Data yang didapatkan dari daerah Asia Tenggara juga menunjukkan fenomena serupa.
Umur menopause wanita di negara barat seperti Amerika Serikat dan United Kingdom adalah 51,4 dan 50,9 tahun. Untuk negara Asia, ternyata didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Sebuah studi yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara memperlihatkan usia median terjadinya menopause yaitu 51,09 tahun. Untuk Indonesia sendiri, laporan tahun 1990 menyebutkan usia 50 tahun. Studi yang diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu Melayu, Cina dan India, menyebutkan bahwa menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.

TERAPI SULIH HORMON
Banyak wanita menopause yang mendapatkan terapi hormon estrogen saja atau estrogen dan progesteron untuk mengatasi gejala yang menyertai menopause. Pemberian hormon ini juga diharapkan dapat mencegah terjadinya osteoporosis dan mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung iskemik. Pemberian hormon pada wanita menopause bertujuan untuk mengembalikan keadaan hormonal seperti pada saat premenopause, namun hingga kini tidak ada preparat sulih hormon yang dapat menyamai pola sekresi hormon pada wanita premenopause.

Epidemiologi
Survey yang diadakan pada tahun 1995 pada wanita pascamenopause yang berusia antara 50-75 tahun melaporkan hampir 38% memakai terapi sulih hormon. Survei terbaru mengenai pemakaian sulih hormon di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan 40-55% dan 60% wanita pascamenopause menggunakannya dengan tingkat pemakaian yang lebih tinggi pada wanita yang telah menjalani histerektomi.
Penggunaan sulih hormon di Indonesia masih sangat terbatas. Berbeda dengan negara barat, keluhan yang lebih sedikit dan penerimaan masyarakat terhadap menopause, faktor pendidikan, sosial, ekonomi mempengaruhi jumlah pemakaian sulih hormon di Indonesia khususnya dan negara Asia umumnya. Jepang telah mengadakan sebuah studi untuk mengetahui pemakaian sulih hormon di kalangan wanita pascamenopause, didapatkan estimasi sebanyak 1,2% wanita berusia 45-64 tahun mendapatkan terapi sulih hormon. Terapi berlangsung jangka pendek, selama 6-9 bulan.

Definisi 
Hormone replacement therapy atau yang diterjemahkan sebagai terapi sulih hormon didefinisikan sebagai :
a. Terapi menggunakan hormon yang diberikan untuk mengurangi efek defisiensi hormon.
b. Pemberian hormon (estrogen, progesteron atau keduanya) pada wanita pascamenopause atau wanita yang ovariumnya telah diangkat, untuk menggantikan produksi estrogen oleh ovarium.
c. Terapi menggunakan estrogen atau estrogen dan atau progesteron yang diberikan pada wanita pascamenopause atau wanita yang menjalani ovarektomi, untuk mencegah efek patologis dari penurunan produksi estrogen.

Indikasi 
Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh North American Menopause Society (NAMS), indikasi primer pemberian terapi sulih hormon adalah adanya keluhan menopause seperti gejala vasomotor berupa hot flush dan gejala urogenital. Di Indonesia, terapi sulih hormon diberikan hanya pada pasien menopause dengan keluhan terkait defisiensi estrogen yang mengganggu atau adanya ancaman osteoporosis dengan lama pemberian maksimal 5 tahun.

Kontra Indikasi 
The American College of Obstetrics and Gynaecologists menetapkan kontra indikasi penggunaan terapi sulih hormon, sebagai berikut:
1. Kehamilan
2. Perdarahan genital yang belum diketahui penyebabnya
3. Penyakit hepar akut maupun kronik
4. Penyakit trombosis vaskular
5. Pasien menolak terapi

Kontra indikasi relatif
1. Hipertrigliseridemia
2. Riwayat tromboemboli
3. Riwayat keganasan payudara dalam keluarga
4. Gangguan kandung empedu
5. Migrain
6. Mioma uteri

Pemeriksaan yang harus dipenuhi sebelum pemberian terapi sulih hormon:
1. Diagnosis pasti menopause
2. Penilaian kontra indikasi mutlak dan relatif
3. Informed consent mengenai untung rugi penggunaan terapi sulih hormon
4. Pemeriksaan fisik, meliputi tekanan darah dan pemeriksaan payudara dan pelvik
5. Pemeriksaan sitologi serviks dan mamografi harus memberi hasil negatif
The Hong Kong College of Obstreticians and Gynaecologists menyebutkan beberapa kontra indikasi absolut terapi sulih hormon, yaitu karsinoma payudara, kanker endometrium, riwayat tromboemboli vena dan penyakit hati akut.

Beberapa Cara Pemberian Terapi Sulih Hormon
Sulih hormon dapat berisi estrogen saja atau kombinasi dengan progesteron. Pilihan sediaan yang digunakan bergantung pada riwayat histerektomi. Untuk wanita yang tidak menjalani histerektomi, umumnya diberikan kombinasi dengan progesteron untuk mengurangi risiko terjadinya keganasan pada uterus.
a. Sediaan I, yang hanya mengandung estrogen
Sediaan ini bermanfaat bagi wanita yang telah menjalani histerektomi. Estrogen diberikan setiap hari tanpa terputus.
b. Sediaan II, yang mengandung kombinasi antara estrogen dan progesteron.
1. Kombinasi sekuensial: estrogen diberikan kontinyu, dengan progesteron diberikan secara sekuensial hanya untuk 10-14 hari (12-14 hari) setiap siklus dengan tujuan mencegah terjadinya hiperplasia endometrium. Lebih sesuai diberikan pada perempuan pada usia pra atau perimenopause yang masih menginginkan siklus haid.
2. Estrogen dan progesteron diberikan bersamaan secara kontinyu tanpa terputus. Cara ini akan menimbulkan amenorea. Pada 3-6 bulan pertama dapat saja terjadi perdarahan bercak. Sediaan ini tepat diberikan pada perempuan pascamenopause.

Bentuk Sediaan
Terapi sulih hormon paling banyak diberikan per oral. Namun, masih banyak lagi metode pemberiannya.
a. Pemberian secara Oral
Estradiol valerat sangat cepat dihidrolisa oleh usus dan dimetabolisme oleh hepar. Kadar maksimum tercapai dalam 6-8 jam dan lambat laun akan turun. Kadarnya tidak akan turun secara tajam, sehingga 24 jam setelah penggunaan kadarnya masih cukup tinggi.
Kadar estradiol serum sangat berbeda pada setiap orang. Kadang-kadang pada pasien tertentu tidak dapat dicapai konsentrasi serum yang cukup sehingga untuk memperoleh konsentrasi yang memadai diperlukan estradiol dosis tinggi, namun pemberian dosis tinggi akan meningkatkan efek samping. Hal ini diatasi dengan micronized estrogen.
Struktur sediaan ini memperbesar permukaan dan mempercepat proses absorpsi, sehingga mengurangi hidrolisa di usus. Agar kadar hormon dalam serum bertahan cukup lama, sebaiknya estrogen dikonsumsi setelah makan atau pada saat perut tidak kosong.
Di Amerika Serikat, sulih hormon yang paling banyak diberikan adalah estrogen saja. Estrogen ekuin konjugasi (CEE) merupakan sediaan estrogen yang paling banyak digunakan di AS. CEE merupakan campuran yang terdiri dari estron (50%) dan ekuilin (25%), ditambah dengan 17-hidroksiekuilin, ekuilenin, 17 α-estradiol, and 17α-dihidroekuilenin dalam bentuk ester sulfat.
Di Eropa, sediaan estrogen yang banyak digunakan adalah estradiol valerat dan kombinasi estradiol, estron dan estriol. Estradiol oral akan dimetabolisme menjadi estron di mukosa intestinal dan hepar, sehingga meningkatkan konsentrasi serum estron. Meskipun estron merupakan estrogen yang lemah, namun karena adanya keseimbangan reversible dengan estradiol sehingga dapat bekerja menggantikan estrogen ovarium pada pascamenopause. Bentuk ketiga dari estrogen alami yaitu estriol tidak diubah menjadi estradiol dan hanya memiliki sedikit aktivitas biologis. Hanya 1-2% dari seluruh estriol per oral yang dapat mencapai sirkulasi.

b. Estrogen Transdermal
Terdapat 3 cara pemberian estradiol transdermal, yaitu plester reservoir, plester matriks dan gel. Estrogen dapat secara parenteral untuk menghindari first-pass effect di hepar. Estradiol yang diberikan melalui transdermal terdiri dari hormon dalam solusio alkohol yang diabsorbsi ke dalam sirkulasi secara konstan selama 3-4 hari. Pemberian secara transdermal sangat dianjurkan bagi wanita menopause yang memiliki tekanan darah tinggi, dalam pengobatan dengan obat anti diabetes (OAD) dan riwayat operasi batu empedu.
Estradiol dapat pula diberikan dalam bentuk implan subkutan yang dapat bertahan selama beberapa bulan, namun tingkat penurunan estradiol serum sangat bervariasi dan beberapa wanita mengalami gejala vasomotor meskipun dengan konsentrasi supranormal. Oleh karena itu, pemberian implan tidak boleh diulang hingga konsentrasi estradiol serum sama dengan konsentrasi pada fase mid-folikular siklus menstruasi.
Pemberian estradiol langsung ke dalam sirkulasi juga dapat melalui pesarium atau gel vagina. Resorbsi melalui dinding vagina sangat baik, tanpa melalui metabolisme, sehingga konsentrasi dalam darah bisa sangat tinggi.

Sediaan Kombinasi Estrogen dan Progesteron 
Pemberian estrogen saja dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia bahkan karsinoma endometrium, maka wanita yang menggunakan terapi sulih hormon dan tidak menjalani histerektomi diberi progesteron sebagai tambahan. Untuk keperluan ini digunakan progestogen sintetik, sebab progesteron sangat sulit diabsorpsi meskipun diberikan dalam bentuk mikro, selain itu juga sebuah laporan kasus menyebutkan bahwa progesteron menimbulkan efek hipnotik sedatif. Progestogen memiliki aktivitas androgenik, terutama derivat 19-nortestosteron seperti norgestrel dan norethindron (noretisteron). Sebaliknya, derivat C-21 pregnane seperti medroksiprogesteron asetat, didrogesteron, medrogeston dan megestrol asetat merupakan androgen yang sangat lemah. Tiga derivat 19-nortestosteron dengan efek androgenik yang dapat diabaikan yaitu desogestrel, norgestimate dan gestodene belakangan ini mulai digunakan sebagai kombinasi kontrasepsi oral dan sulih hormon.

Sediaan sulih hormon yang terdapat di Indonesia adalah:
a) Estrogen, dalam bentuk 17β estradiol, estrogen ekuin konjugasi (CEE), estropipat, estradiol valerat dan estriol.
b) Progestogen, seperti medroksi progesteron asetat (MPA), didrogesteron, noretisteron, linesterenol.
c) Sediaan kombinasi estrogen dan progestogen sekuensial seperti 2 mg estradiol valerat + 10 mg MPA, 2 mg estradiol valerat + 1 mg siproteron asetat, 1-2 mg 17β estradiol + 1 mg noretisteron asetat.
d) Sediaan kombinasi estrogen dan progestogen kontinyu seperti 2 mg 17β estradiol + 1 mg noretisteron asetat.
e) Sediaan yang bersifat estrogen, progesteron dan androgen sekaligus, yaitu tibolon
f) Sediaan plester maupun krim yang berisi estrogen berupa 17β estradiol.
g) Sediaan estrogen dalam bentuk krim vagina yang berisi estriol.

Menurut National Health and Medical Research Council (NHMRC) Australia, sediaan terapi sulih hormon yang diberikan bergantung pada keadaan berikut:
a. Perimenopause
1. Estrogen kontinyu dan progestogen siklik untuk melindungi endometrium dan menimbulkan perdarahan withdrawal teratur.
2. Progestogen yang paling sering digunakan MPA (10 mg) dan noretisteron (0,7-1,25 mg), digunakan selama 10-14 hari pertama setiap bulan sesuai kalender.
3. Wanita dengan siklus yang relatif masih teratur tetapi mempunyai gejala, progestogen diberikan sesuai dengan siklus.

b. Pascamenopause
1. Sediaan sama dengan perimenopause
2. Wanita yang telah menopause sekurangnya selama 2 tahun, diberi kombinasi estrogen-progestogen (MPA 5 mg/hari atau noretisteron asetat 1mg/hari) kontinyu untuk mencapai keadaan amenorea.
3. Wanita yang memulai terapi sulih hormon sistemik pertama kali lebih dari 5 tahun setelah menopause, terapi awal diberikan dengan dosis yang sangat rendah (tablet estron sulfat 0,3 mg, atau setengah tablet 0,625 mg tiap hari atau tiap 2 hari) dan ditingkatkan secara progresif dalam 1-3 bulan untuk mencapai dosis optimal.
4. Dosis estrogen yang efektif dalam mencegah kehilangan masa tulang pada sebagian besar wanita adalah CEE dan estron sulfat 0,625 mg, estradiol oral 2 mg dan transdermal 50 ug.

c. Menopause prematur
1. Dapat digunakan kombinasi kontrasepsi oral dosis rendah sampai usia 45-50 tahun (atau sampai 35 tahun pada wanita perokok), kemudian diganti ke sediaan terapi sulih hormon standar.
2. Dapat digunakan terapi sulih hormon konvensional pada usia berapapun, tetapi dosis estrogen yang digunakan lebih tinggi daripada wanita yang lebih tua (contoh CEE 1,25-2,5 mg tiap hari; estradiol transdermal 100-200 ug).

Lama Penggunaan
The Hong Kong College of Obstreticians and Gynaecologists dalam panduannya menyatakan tidak ada aturan mengenai lama penggunaan terapi sulih hormon, tetapi berdasarkan hasil studi WHI disarankan agar berhati-hati bila meresepkan terapi sulih hormon jangka panjang.
Menurut NHMRC lamanya pemberian terapi sulih hormon adalah sebagai berikut:
1. Untuk penatalaksanaan gejolak panas, pemberian terapi sulih hormon sistemik selama 1 tahun dan kemudian dihentikan total secara berangsur-angsur (dalam periode 1-3 bulan) dapat efektif.
2. Untuk perlindungan terhadap tulang dan menghindari atrofi urogenital, pemakaian jangka lama diindikasikan tetapi lamanya waktu yang optimal tidak diterangkan dengan jelas.
3. Setelah penghentian terapi masih terdapat manfaat untuk perlindungan terhadap tulang dan koroner, tetapi menghilang bertahap setelah beberapa tahun.
Mengacu pada hasil penelitian terbaru dari WHI, lama pemakaian terapi sulih hormon di Indonesia maksimal 5 tahun. Hal ini ditentukan berdasarkan aspek keamanan penggunaan terapi sulih hormon jangka panjang.

Efek Samping Terapi Sulih Hormon
Seperti semua obat lainnya, sulih hormon dapat menimbulkan efek samping. Efek samping terkait estrogen berupa mastalgia (nyeri pada payudara), retensi cairan, mual, kram pada tungkai dan sakit kepala. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, namun sangat jarang. Perlu untuk menginformasikan kepada pasien bahwa mastalgia tidak berkaitan dengan kanker payudara. Sedangkan efek samping terkait progestin antara lain retensi cairan, kembung, sakit kepala dan mastalgia, kulit berminyak dan jerawat, gangguan mood dan gejala seperti gejala pramenstrual.

Perdarahan vagina merupakan keluhan yang sering ditemui dan meresahkan pasien. Penggunaan progestin kontinyu dapat menyebabkan perdarahan vagina yang tidak dapat diprediksi polanya, dengan atau tanpa spotting selama beberapa bulan. Sebanyak 5-20% dari wanita ini bisa pernah mengalami amenorea dan mungkin beralih ke terapi hormon siklik yang memberikan pola perdarahan yang lebih dapat diprediksi. Keluhan-keluhan ini menghilang sendiri dalam beberapa bulan atau dengan mengganti jenis dan dosis sulih hormon. Pada pemakaian plester dapat terjadi iritasi kulit.

Banyak orang berpendapat bahwa pemakaian terapi sulih hormon dapat menyebabkan penambahan berat badan namun berbagai penelitian tidak membuktikan adanya hubungan antara sulih hormon dengan kenaikan berat badan permanen. Nafsu makan memang meningkat, namun diperkirakan akibat wanita tersebut merasa sehat dan nyaman. Pemberian terapi sulih hormon mempengaruhi distribusi lemak, terutama pada panggul dan paha, namun tidak pada perut. Perlu diingat bahwa 45% wanita mengalami kenaikan berat badan pada usia 50-60 tahun meskipun mereka tidak mendapatkan terapi sulih hormon.

Tata Laksana Efek Samping
a. Perdarahan vagina
Tidak ada kriteria universal yang digunakan untuk mendefinisikan perdarahan abnormal dan yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. Kriteria berikut ini dapat digunakan bagi klinisi untuk tetap waspada dan meminimalkan tindakan biopsi endometrium yang tidak perlu.
1. Wanita dengan terapi hormon siklik 
Perdarahan normal dapat terjadi pada akhir fase progestogen pada siklus. Evaluasi setiap perubahan signifikan terhadap pola normal ini atau adanya perdarahan pada waktu lain. Perdarahan yang terjadi pada wanita lebih muda biasanya berhenti setelah fungsi ovarium berhenti total. Sedangkan pada wanita yang telah mengalami amenorea beberapa tahun, mengganti ke terapi hormon kontinyu dapat membantu. Jika dari biopsi endometrium memperlihatkan aktivitas proliferasi persisten selama fase progestogen, dosis progestogen dapat dinaikkan jika masih dapat ditoleransi.
2. Wanita dengan terapi hormon kontinyu 
Evaluasi setiap perdarahan yang terjadi setelah 6 bulan amenorea atau yang bertahan setelah 6 bulan penggunaan terapi hormon. Spotting dan perdarahan iregular dapat menetap sampai beberapa bulan setelah pindah dari terapi hormon siklik ke kontinyu, sekalipun pada wanita yang telah amenorea selama beberapa waktu. Perdarahan ini umumnya akan membaik dengan penambahan dosis progestogen. Pilihan lain adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang mensekresikan levonorgestrel daripada progesteron oral. Peningkatan dosis estrogen dapat dilakukan selama evaluasi dalam batas normal. Banyak wanita pada akhirnya kembali menggunakan terapi hormon siklik untuk mendapatkan pola perdarahan yang lebih teratur. Namun, perdarahan tidak harus selalu terjadi setiap bulan, perdarahan setiap 3-4 bulan masih cukup untuk mencegah terjadinya hiperplasia endometrium.

Menurut pedoman dari The Hong Kong College of Obstreticians and Gynaecologists, penatalaksanaan perdarahan tidak teratur pada penggunaan terapi sulih hormon adalah sebagai berikut:
a) Wanita yang menggunakan terapi sulih hormon kombinasi siklik
Beberapa wanita dapat mengalami amenorea pada penggunaan sediaan ini dan biopsi tidak diperlukan. Perdarahan muncul di sekitar penghentian pemberian progestogen. Jika perdarahan muncul di luar waktu tersebut atau tetap tidak teratur, direkomendasikan untuk dilakukan biopsi endomerium.
b) Wanita yang menggunakan terapi sulih hormon kombinasi kontinyu.
Idealnya, wanita yang menggunakan sediaan ini mengalami amenorea dalam 4 bulan setelah penghentian terapi. Perdarahan bercak muncul pada beberapa bulan di awal penggunaan terapi. Bila amenorea muncul lebih awal dan diikuti dengan perdarahan yang tidak teratur, dilakukan biopsi endometrium.

b. Penambahan berat badan
Pada masa klimakterik, kebanyakan wanita mengalami penambahan berat badan dan peningkatan proporsi lemak pada sentral abdomen. Hal ini tidak berkaitan dengan terapi hormon. Beberapa wanita mengalami mastalgia dan retensi cairan segera setelah memulai terapi hormon dan gejala ini dapat memberikan keluhan subjektif berupa penambahan berat badan. Keluhan ini akan membaik setelah beberapa bulan. Edukasi penting untuk membantu pasien menghadapi keluhan ini. Selain itu, penimbangan berat badan pada setiap kunjungan dapat meyakinkan pasien, bahwa walaupun terdapat perubahan distribusi lemak tubuh, namun berat badan mereka tetap relatif stabil.

c. Sakit kepala
Keluhan ini dapat berkurang dengan menurunkan dosis estrogen atau mengganti sediaan dari oral ke transdermal.

d. Efek samping estrogenic
Retensi cairan dan sakit kepala berkaitan dengan baik estrogen dan progestogen, modifikasi progestogen terlebih dahulu biasanya merupakan strategi yang lebih baik. Mastalgia membaik dengan menurunkan dosis estrogen, atau dengan menyesuaikan dosis progestogen jika gejala terjadi secara siklik. Penggantian ke estrogen transdermal dapat mengurangi mual.

e. Efek samping progestogenik
Retensi cairan dan sakit kepala yang tidak membaik dengan modifikasi dosis progestogen, pertimbangkan untuk memodifikasi komponen estrogen. MPA adalah yang paling sering digunakan, namun agen lain seperti micronized progesterone (Prometrium) dapat ditoleransi lebih baik.

Terapi hormon kontinyu, dengan absorbsi sistemik yang lebih konstan bila dibandingkan dengan terapi hormon siklik, dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan mastalgia, sakit kepala, dan gejala seperti premenstruasi jika penyesuaian terhadap dua komponen di atas tidak efektif. Alat kontrasepsi dalam rahim yang mensekresikan levonorgestrel dan supositoria vagina yang mengandung progesteron diabsorbsi sangat minimum secara sistemik, namun tetap memberikan perlindungan optimal terhadap endometrium. Menggunakan progestogen siklik selama 14 hari penuh tetapi hanya setiap 3 bulan, juga meminimalkan frekuensi efek samping. Tetapi belum diketahui apakah sediaan ini menyediakan perlindungan terhadap endometrium sebaik terapi hormon standar yang diberikan setiap bulan.

Monitoring 
The Hong Kong College of Obstreticians and Gynaecologists dalam panduannya menyatakan pemeriksaan berikut sering dilakukan, tetapi masih belum ada kesepakatan menyeluruh mana dari jenis pemeriksaan tersebut yang esensial.
1. Pada kunjungan pertama
• FSH/LH/E2 untuk memastikan menopause (bila gambaran klinis atipikal).
• Profil lipid, liver function test (LFT), bone biochemistry, TSH.
• Mammografi
2. Pada setiap kunjungan
• Urinalisis
• Tekanan darah
3. Setiap 2 tahun
• Pemeriksaan fisik
• Profil lipid, LFT
• Glukosa puasa
• Mammografi
4. Atas indikasi
• Densitas mineral tulang.
Interpretasi mamogram harus dilakukan secara hati-hati karena sensitivitas mamografi dalam mendeteksi kanker payudara sedikit lebih rendah pada pengguna terapi sulih hormon dibanding pada wanita yang tidak menggunakan. Pemeriksaan Pap smears harus dilakukan secara rutin pada semua wanita yang memiliki uterus. Kepatuhan terhadap terapi, kontrol gejala, efek samping (bila ada) dan pola perdarahan pada terapi kombinasi harus dicatat pada setiap kunjungan. Wanita yang menggunakan terapi sulih hormon juga dianjurkan untuk waspada terhadap setiap perubahan pada payudaranya.

NHMRC dalam rekomendasinya menyatakan pemeriksaan pada wanita yang menggunakan terapi sulih hormon penting dan harus meliputi: 
1. Pemeriksaan setiap tahun
a) Tekanan darah
b) Pemeriksaan payudara
c) Mamogram (tiap tahun mulai dari umur 40 tahun bila terdapat riwayat kanker payudara dalam keluarga yang menempatkan wanita tersebut pada faktor risiko sedang atau potensial tinggi untuk menderita kanker payudara)
d) Pemeriksaan abdomen dan pelvis

2. Pemeriksaan setiap 2 tahun
a) Mamogram (tiap 2 tahun dari usia 50 tahun bila tidak ada individu atau riwayat kanker payudara dalam keluarga).
b) Pap smear (tiap 2 tahun atau menurut guideline NHMRC)

3. Pemeriksaan pilihan (optional checks), bergantung pada riwayat:
a) Bone densitometry: Diindikasikan bila dapat membantu dalam mengambil keputusan untuk memulai atau meneruskan terapi sulih hormon dan pada keadaan spesifik lain. Lumbar spine absorptiometry (DXA) merupakan teknik yang lebih disukai, meskipun quantitative CT of the spine (QCT) dan photon absorptiometry dari lengan bawah atau tumit juga memberikan informasi yang berguna.
b) Lipid: total kolesterol, HDL dan trigliserida
c) FSH: bila diagnosis menopause masih diragukan, contohnya setelah histerektomi.
Di samping itu juga penting untuk memantau kepatuhan terhadap terapi karena banyak wanita yang sulit untuk patuh pada sediaan terapi sulih hormon jangka panjang.

Masalah yang harus diperhatikan :
a) Under-dosage (kegagalan mengontrol secara adekuat semua gejala atau untuk memberikan dosis yang adekuat untuk mencegah kehilangan masa tulang).
b) Efek samping (seperti breast tenderness, pelvic congestive ache, kadang-kadang retensi cairan atau penambahan berat badan). Pada keadaan ini dilakukan penurunan dosis sementara.
c) Perdarahan abnormal (pemeriksaan endometrium dilakukan bila perdarahan memanjang, berulang atau berat).
Biasanya direkomendasikan kunjungan kontrol pertama 1-2 bulan setelah memulai terapi sulih hormon dan kedua pada bulan ke 6